Pages

Powered by Blogger.
 
Friday, October 22, 2010

Disparitas Harga Pembawa Bencana?


PAK Devie, saya mendengar bahwa disparitas harga merupakan penyebab utama meledaknya tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram. Katanya, disparitas harga memunculkan pengisian gas elpiji ilegal sehingga banyak tabung yang rusak. Apakah memang disparitas harga cenderung menimbulkan bencana dibanding manfaat?

SUJONO, Surabaya

JAWABAN

Memang benar. Disparitas harga atau perbedaan harga seakan-akan menjadi kambing hitam terjadinya ledakan gas elpiji 3 kilogram pada beberapa keluarga Indonesia. Disparitas harga seakan-akan hanya berdampak buruk bagi keluarga.

Pelaku bisnis yang tidak memiliki tanggung jawab sosial memanfaatkan disparitas harga untuk mengeruk keuntungan. Padahal, disparitas harga gas elpiji merupakan salah satu cara jitu untuk menyejahterakan keluarga Indonesia yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas.

Sebenarnya disparitas harga tidak hanya terjadi pada tabung gas elpiji. Keluarga yang berlangganan listrik 500 watt dikenai tarif listrik yang berbeda dari keluarga yang berlangganan listrik 2.200 watt. Keluarga yang berlangganan air dalam jumlah kecil akan membayar harga yang lebih murah daripada keluarga yang berlangganan air dalam jumlah besar. Bahkan, ada wacana mobil akan membayar harga bensin premium yang berbeda dari sepeda motor.

Istilah disparitas harga hanya terjadi pada pasar monopoli dan oligopoli. Dikatakan pasar monopoli karena pasar hanya memiliki jumlah penjual tunggal. Misalkan, Pertamina sebagai penjual tunggal gas elpiji, PLN sebagai penjual tunggal listrik, dan PDAM sebagai penjual tunggal air bersih. Biasanya penjual dalam pasar monopoli dimiliki negara.

Sedangkan pasar oligopoli terjadi karena pasar memiliki beberapa jumlah penjual. Dulu Pertamina bermain dalam pasar monopoli, tapi saat ini dengan masuknya penjual bensin (setara Pertamax) dari negara asing memaksa Pertamina bermain dalam pasar oligopoli. Tetapi, adanya subsidi negara pada produk bensin premium dan solar menjadikan Pertamina seakan-akan bermain dalam pasar monopoli.

Penjual dalam pasar monopoli atau oligopoli memiliki kemampuan untuk menetapkan price discrimination pada produk yang sama atau menetapkan harga yang berbeda pada produk yang sama. Ingat, produk sama. Produk dikatakan sama jika memiliki persepsi kualitas yang sama.

Di samping itu, subsidi negara adalah penyebab utama perusahaan pelat merah menerapkan price discrimination. Bayangkan saja betapa bahagianya keluarga Indonesia jika price discrimination tetap jalan walau tanpa subsidi negara. Jika perusahaan pelat merah mampu melakukannya, niscaya pelaku bisnis swasta juga bisa mencontohnya. Semoga subsidi negara yang memicu bengkaknya anggaran belanja negara tidak mengakibatkan perusahaan pelat merah meninjau kembali strategi price discrimination. Merdeka. (*/c13/ayi)

ddeviesa@yahoo.co.id

0 comments:

Post a Comment

Updates Via E-Mail

Labels