NEW ORLEANS - Publik Amerika Serikat (AS) semakin tajam menyorot British Petroleum (BP). Apalagi setelah dokumen rahasia yang menunjukkan rekayasa internal BP soal kebocoran minyaknya terungkap ke publik Minggu lalu (20/6). Sementara, kepada Bursa Efek London (LSE), BP mengaku sudah mengeluarkan biaya USD 2 miliar (sekitar Rp 18 triliun) untuk mengatasi krisis lingkungan di Teluk Meksiko itu.
Dalam dokumen rahasia yang akhirnya terungkap ke publik tersebut, diketahui bahwa BP sengaja menyembunyikan kebenaran. Saat pertama para pakar AS memperkirakan volume minyak yang berpotensi mencemari Teluk Meksiko, konon, BP tahu keterangan itu salah. Tetapi, perusahaan minyak yang berkantor pusat di London tersebut membiarkannya. Sebab, estimasi mereka 20 kali lipat lebih besar daripada prediksi awal para pakar AS.
"Pada awal munculnya tragedi ini, mereka mengatakan bahwa volume minyak bumi (yang disemburkan dari sumur di anjungan Deepwater Horizon) hanya sekitar seribu barel (per hari). Lantas, mereka merevisi menjadi 5 ribu barel. Sekarang mereka kembali merevisi laporan dan menyebut angka 10 ribu barel," tandas Ed Markey, politikus senior di Kongres AS, dalam program "Meet the Press" yang ditayangkan stasiun televisi NBC Minggu malam waktu setempat.
Dalam kesempatan itu, Markey menyebut BP sebagai pembohong. "Jika bukan pembohong, berarti mereka memang bukan perusahaan yang kompeten," kritiknya seperti dikutip Agence France-Presse kemarin (21/6). Terkait dengan estimasi tersebut, pemerintahan Presiden Barack Obama justru yakin bahwa volume minyak yang tersembur dari sumur BP tiap hari lebih dari 30.000 barel. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan volumenya mencapai 65.000 barel per hari.
Tetapi, BP membantah keras laporan tentang rekayasa data tersebut. "Jelas-jelas mereka salah menerjemahkan laporan kami tentang estimasi awal," tegas Jubir BP Robert Wine. Menurut dia, estimasi yang mereka catat waktu itu merupakan bagian dari laporan tentang skenario terburuk tumpahan minyak. Saat ini, tandas Wine, situasinya masih jauh dari prediksi skenario terburuk BP. Karena itu, estimasi yang 20 kali lebih banyak daripada perkiraan awal para pakar tersebut tidak berlaku.
"Skenario terburuk itu hanya akan muncul jika larangan-larangan yang kami terapkan salah dan jika alat pencegah ledakan (blowout preventer) kami lepas dari sumur. Nah, jika dua hal itu terjadi, volume tumpahan minyak bisa mencapai 100.000 barel per hari," papar Wine. Dia berani menjamin, perusahaannya sudah menerapkan larangan dengan benar. Peralatan canggih yang berfungsi mencegah ledakan itu pun masih tetap terpasang di sumur minyak Deepwater Horizon.
Namun, Tyrone Benton punya keterangan menarik soal blowout preventer. Menurut pria yang dulu bekerja di anjungan Deepwater Horizon tersebut, BP sengaja melakukan kecerobohan beberapa pekan sebelum ledakan terjadi. "Blowout preventer yang terpasang di sumur minyak itu rusak. Seharusnya, perusahaan memperbaiki alat tersebut dan menghentikan aktivitas pengeboran. Tapi, mereka tidak melakukan itu. Mereka membiarkan yang rusak dan mengalihkan fungsinya ke alat baru," urainya.
Kemarin BP merespons keterangan yang disampaikan Benton dalam wawancara dengan BBC tersebut. Mereka tidak menyangkal telah melakukan praktik nonprosedural itu. Tetapi, menurut BP, peralatan yang rusak bukanlah tanggung jawab mereka.
Bersamaan dengan itu, CEO BP Tony Hayward yang sempat frustrasi dalam pertemuan dengan kongres pekan lalu, dilaporkan lari dari tanggung jawab. Kemarin, lengkap dengan foto-foto, media AS memberitakan bahwa pria 53 tahun tersebut menonton adu cepat kapal pesiar di Isle of Wight bersama putranya. "Seperti yang dikatakan Tony Hayward, sekarang hidupnya sudah kembali normal," sindir Kepala Staf Gedung Putih Rahm Emanuel seperti dilansir Associated Press.
Sementara itu, BP melaporkan bahwa sejauh ini, mereka telah mengeluarkan biaya USD 2 miliar (sekitar Rp 18 triliun) untuk mengatasi krisis lingkungan di Teluk Meksiko. (hep/c3/dos)
0 comments:
Post a Comment