Kadin Jatim Sesalkan Pernyataan BP Migas
SURABAYA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jatim sangat menyesalkan pernyataan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tentang potensi kerugian pemerintah serta konsumen pada saat pembangunan jalur baru pipa gas Kodeco jika benar-benar dilaksanakan. Mereka bahkan menilai ada usaha membangun opini bahwa kerugian tersebut muncul akibat tuntutan masyarakat Jatim.
"Jika pemasangan pipa gas bawah air (PGBA) Kodeco tidak melintang di Alur Pelayaran Surabaya Barat (APBS), itu tentu tidak akan membahayakan jalur pelayaran di Pelabuhan Tanjung Perak. Artinya, tidak akan pernah ada potensi kerugian Rp 2 triliun lebih," tegas Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla M. Mattalitti kemarin (3/9).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Divisi Manajemen Proyek BP Migas Iwan Ratna mengungkapkan bahwa pemerintah dan konsumen gas berpotensi kehilangan uang Rp 2 triliun akibat penyelesaian polemik pipa gas bawah air (PGBA) Kodeco. Angka Rp 2 triliun itu dihitung dari biaya proses menanam PGBA hingga minus 19 meter di bawah permukaan terendah air (low water spring/ LWS), pembangunan jalur pipa baru, potensi kehilangan pendapatan negara, hingga biaya yang harus dikeluarkan konsumen karena terhentinya pasokan gas untuk sementara.
La Nyala kembali menegaskan, potensi kerugian semacam itu tidak pernah ada jika sejak awal Kodeco memasang PGBA sesuai peraturan keamanan alur pelayaran. "Bahkan dapat menguntungkan secara berkelanjutan," katanya.
Kadin yang mewakili dunia usaha di Jatim memang mengkhawatirkan dampak posisi pipa gas Kodeco yang saat berada di minus 10 meter permukaan terendah air (low water spring/LWS) alur pelayaran. Demi alasan keamanan, saat ini hanya kapal dengan lambung maksimal minus 8,5 LWS yang boleh memasuki Pelabuhan Tanjung Perak. Hal itu bertujuan untuk menghindari terbenturnya lambung kapal dengan pipa maupun gesekan dari arus laut saat kapal berlayar.
Posisi PGBA Kodeco yang semacam itu juga dinilai memberikan dampak negatif bagi perekonomian Jatim. Di hadapan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Gubernur Jawa Timur Soekarwo pernah memaparkan inefisiensi perekonomian Jatim yang mencapai 40-50 persen akibat posisi pipa gas Kodeco.
Inefisiensi itu terkait dengan terganggunya arus bongkar muat kapal di Pelabuhan Tanjung Perak. Menurut gubernur, kapal-kapal yang mengangkut kontainer hingga 5.000 Teus harus menunggu dua hingga tiga hari untuk bisa melintasi perairan di atas pipa tersebut. Itu pun harus dalam situasi air laut pasang. Karen itu, Soekarwo meminta segera dibangun jalur pipa gas baru.
Jika tiba-tiba BP Migas mengatakan ada potensi kerugian Rp 2 triliun akibat pembuatan jalur baru itu, La Nyalla menilai ada unsur kesengajaan membangun opini seolah-olah tuntutan Jatim tersebut keliru dan merugikan negara.
Karena itu, dia bertekad untuk mengusut proses awal pemasangan pipa Kodeco di APBS yang diduga melanggar aturan dan membahayakan aktivitas pelayaran. "Siapa yang sebenarnya melanggar aturan. Kami akan mencocokkan titik koordinat pemasangan pipa Kodeco tersebut," tegasnya. (aan/c6/fat)
0 comments:
Post a Comment