Pages

Powered by Blogger.
 
Monday, November 1, 2010

Daya Saing Produk Indonesia Terhadap Produk Tiongkok Bakal Meningkat


Dampak Revaluasi Mata Uang Yuan

JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyambut positif kebijakan Tiongkok yang merevaluasi mata uang yuan atau renminbi. Karena kebijakan tersebut, daya saing produk Indonesia terhadap produk-produk asal Tiongkok diperkirakan bakal meningkat.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, banyak negara memang meminta fleksibilitas nilai tukar yuan. Terutama negara-negara yang tergabung dalam kelompok G-20. Sebab, selama ini nilai tukar yuan dianggap terlalu rendah sehingga produk-produk asal Tiongkok sangat murah jika dibandingkan dengan produk-produk asal negara lain.

''Kalau sekarang mereka (Tiongkok) menguatkan nilai tukar yuan, dampaknya positif bagi produk kita,'' ujar Hatta di Kantor Menko Perekonomian kemarin (22/6).

Bank Sentral Tiongkok (People's Bank of China) kemarin menetapkan nilai yuan pada level 6,7980 per USD. Itu level terkuat mata uang yuan sejak dibebaskan dari pematokan terhadap USD pada 2005.

Pernyataan senada diungkapkan anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Sandiaga Uno. Menurut dia, penguatan nilai tukar yuan memang tinggal menunggu waktu. Sebab, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sangat tinggi di samping cadangan devisanya begitu besar. ''Ini bagus karena daya saing produk-produk kita bisa meningkat,'' imbuhnya.

Dengan menguatnya nilai tukar yuan, lanjut dia, produk-produk asal Tiongkok yang diekspor ke Indonesia maupun ke negara-negara lain yang selama ini sangat murah akan lebih mahal. ''Ini yang membuat produk kita bisa bersaing,'' terangnya.

Meski demikian, kata Sandiaga, meningkatkan daya saing produk Indonesia tidak bisa hanya berharap pada penguatan nilai tukar yuan. Harus ada penguatan dari dalam negeri. ''Contohnya, suku bunga (kredit) yang sampai saat ini masih sangat tinggi harus dikoreksi,'' ujarnya.

Menurut dia, Bank Indonesia (BI) memang sudah menurunkan suku bunga acuan atau BI rate. Tapi, hal itu tidak diikuti penurunan suku bunga kredit secara signifikan. Sebab, perbankan masih mengambil margin atau spread yang terlalu besar antara suku bunga simpanan dan suku bungan pinjaman. ''Di end user (peminjam dana bank), suku bunga tetap tinggi. Inilah yang harus diturunkan,'' imbuhnya. (owi/c1/oki)

0 comments:

Post a Comment

Updates Via E-Mail

Labels