Market Development Head Bursa Efek Indonesia (BEI) Irwan Abdalloh mengatakan, mayoritas orang awam salah kaprah dengan asumsi bahwa BEI hanya memiliki 30 saham syariah yang terkandung dalam Jakarta Islamic Index (JII). Faktanya, di antara 401 saham yang tercatat di BEI, 48 persen atau 194 saham merupakan saham syariah. Kapitalisasinya juga mencapai 48 persen, yakni Rp 1.105 triliun dari total Rp 2.309 triliun. "Saham-saham syariah juga masuk kapitalisasi terbesar atau yang perdagangannya teraktif," katanya.
Kendala lain adalah minimnya produk investasi pasar modal syariah. Menurut Irwan, produk di Indonesia masih konvensional dan ketinggalan jauh jika dibandingkan dengan negara lain. Masalah tersebut muncul karena pemerintah sangat lambat dalam mengatur regulasi maupun kebijakan yang mendukung perkembangan pasar modal syariah.
Dia mencontohkan, JII pertama keluar pada 2000, namun baru pada 2006 ada landasan hukum resmi dengan adanya Peraturan Bapepam LK mengenai penerbitan Efek Syariah. Sedangkan pada 2008 keluar UU No 19 mengenai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias Sukuk Negara.
Ketiadaan landasan hukum juga mengakibatkan penerbitan emisi syariah maupun pembeliannya terhambat. Misalnya, ketidakjelasan masalah pajak maupun aturan asuransinya. Untuk menghindari potensi timbulnya masalah, banyak di antara mereka yang menunggu kepastian dari pemerintah. (aan/c3/fat)
0 comments:
Post a Comment