Menjadi salah seorang anggota tim pemenangan Risma-Bambang sebenarnya merupakan keputusan yang sulit bagi Nunuk Maghfiroh. Mengapa?
TITIK ANDRIYANI
---
SAAT diajak bergabung dalam tim pemenangan Tri Rismaharini-Bambang Dwi Hartono, Nunuk Maghfiroh tidak segera mengiyakan. Ada banyak alasan yang membuat perempuan berusia 29 tahun itu sulit mengambil keputusan. Salah satunya, hubungan yang harus dia jaga dengan semua kandidat.
Nunuk mengatakan, dirinya sama sekali tidak meragukan kredibilitas Risma. Apalagi, Nunuk tahu betul karakter dan keseharian Risma. Menurut dia, Risma bukan kandidat yang berambisi mencalonkan diri sebagai wali kota Surabaya. Melainkan dicalonkan dan didorong banyak pihak untuk maju. Untuk meyakinkan keputusan yang diambilnya, Nunuk harus keliling dari satu kampung ke kampung. Tujuannya, ingin mendengar suara dari bawah. ''Aku lho tidak meminta pendapat mereka tentang Bu Risma. Tapi, aku terkejut saat mereka memintaku mendukung Bu Risma,'' kenang Nunuk.
Dia berpikir bahwa tidak hanya politikus ulung yang berhak mencalonkan diri. Juga, orang yang memiliki modal cukup. Atau, memiliki dua syarat tersebut. Nunuk berikrar, sudah saatnya Surabaya dipimpin seseorang yang tepat. ''Dia tidak harus kaya, banyak mendapat back-up sana sini, atau politikus terkenal. Namun, seseorang yang benar-benar mumpuni memimpin kota ini karena dia mampu,'' ujarnya. ''Kemudian, saya putuskan membantu. Itu pun sampai beliau mendapat rekom,'' tambahnya.
Siapa sangka ternyata Nunuk turut membantu hingga mengantarkan Risma memenangi perhelatan politik tersebut. Setelah Risma sukses mendapat rekomendasi, dia merancang sosialisasi yang harus dilakoni Risma-Bambang. Waktunya tidak lebih dari dua bulan. Targetnya 400 titik lokasi. Karena itu, paling tidak sehari Risma harus bersosialisasi di delapan lokasi. Nunuk juga tak ingin asal mengadakan sosialisasi. ''Harus ada visi yang disampaikan ke masyarakat,'' ujarnya.
Untung, selama ini Nunuk dan timnya memiliki jaringan kuat para ibu rumah tangga dan kader lingkungan. Gerakan gethok tular pun menjadi salah satu bagian dari strategi. Lama-kelamaan Nunuk dan timnya tak perlu susah payah mencari jalur sosialisasi. Undangan untuk Risma dari warga mengalir deras.
Nunuk berprinsip bahwa pencalonan tersebut harus bersih. Tiap kali warga minta embel-embel uang jika mengadakan kegiatan di suatu tempat, Nunuk dengan tegas menolak. ''Ada yang bilang. Lho Mbak, kemarin itu di sini ada calon yang mengadakan acara dan memberikan uang. Masak Mbak tidak,'' ucap Nunuk menirukan warga. Nunuk bergeming. ''Karena sekali kami melakukan itu, akan keterusan." tegasnya.
Agar pelaksanaan pilwali bersih, Nunuk juga menggelorakan spirit tolak money politics di berbagai level masyarakat. ''Alhamdulillah, deklarasi antipolitik uang disambut positif oleh warga. Banyak yang mengajukan diri agar kampungnya mendeklarasikan semangat tersebut,'' tuturnya sambil tersenyum.
Apa yang dilakukannya juga memengaruhi pekerjaan. Nunuk mengakui tidak bisa mencapai target maksimal dalam pekerjaannya. ''Ya gimana. Karir memang penting. Tapi, ada kepentingan yang lebih luas, ya ini untuk masyarakat Surabaya,'' ucapnya.
Betapa tidak, setiap hari Nunuk nyaris selalu pulang pukul 01.00. Setelah selesai bekerja, dia harus keliling kampung hingga pukul 21.00. (*/c7/aww)
0 comments:
Post a Comment