[ Jum'at, 03 September 2010 ]
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama berhasil memediasi pertemuan bilateral antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Gedung Putih, Washington, AS, kemarin (2/9). Pertemuan itu merupakan babak baru pembicaraan perdamaian dua negara Timur Tengah tersebut.
Sebab, setelah hampir dua tahun, tepatnya 20 bulan, negosiasi terbengkalai, Palestina dan Israel akhirnya kembali naik ke meja perundingan. Selain itu, mereka bernegosiasi langsung. Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Raja Jordania Abdullah II dan Presiden Mesir Hosni Mubarak, dua pemimpin negara Islam yang menyepakati perdamaian dengan Israel.
Mengenai negosiasi tersebut, Obama menyatakan bahwa target perundingan damai kali ini adalah terbentuknya dua negara, yakni Palestina dan Israel. Menurut dia, selama beberapa tahun terakhir pemerintah Palestina dan Israel sebenarnya sudah membangun langkah penting untuk membentuk kepercayaan.
"Meski terbentur banyak halangan, kami, pemerintah AS beserta juru runding lain, tidak pernah putus asa akan negosiasi damai antara Palestina dan Israel," kata Obama saat berpidato kemarin. Selain itu, presiden berkulit hitam pertama AS tersebut mengucapkan terima kasih kepada para juru runding. Termasuk, Menlu AS Hillary Clinton dan George Mitchell, utusan khusus Obama untuk perdamaian Timur Tengah.
"Tujuan negosiasi itu amat jelas. Yaitu, perundingan langsung antara Palestina dan Israel. Pertemuan tersebut bermaksud menentukan status final isu-isu yang menjadi halangan dalam perundingan," lanjut Obama.
Target lain dalam negosiasi itu, tutur dia, adalah jaminan keamanan warga Palestina dan Israel. Dia juga menyebutkan pentingnya pendudukan Israel yang dimulai pada 1967 serta memastikan terbentuknya negara Palestina yang merdeka, demokratis, dan aman. Obama berharap negara Palestina tersebut nanti bisa berdampingan dengan Israel.
Selain itu, dia memuji Abbas dan Netanyahu sebagai tokoh yang menghendaki perdamaian. Di mata dia, dua pemimpin tersebut berkomitmen menyelesaikan perjanjian perdamaian dalam setahun. "Amerika Serikat akan terus mendukung penuh usaha itu. AS bakal menjadi partisipan yang aktif dan terus menyokong upaya negosiasi damai tersebut," jelasnya.
Obama pun mengimbau para pemimpin Timur Tengah tidak menyia-nyiakan peluang perdamaian itu. "Kesempatan tersebut mungkin tidak segera muncul lagi," ujar Obama seraya menjanjikan dukungan AS untuk perundingan baru. Namun, dia juga mengingatkan mereka akan adanya ekstremis dan rejectionist (yang menolak damai). "Mereka tidak mengupayakan perdamaian, melainkan mencari kehancuran," paparnya.
Menjelang makan malam dengan para pemimpin negara Arab pada Rabu waktu Washington (1/9), Netanyahu menggambarkan Abbas sebagai mitra dalam perdamaian. Karena itu, dia tidak akan membiarkan serangan terbaru menghalangi jalur menuju perdamaian.
Sementara itu, Abbas mengutuk serangan terhadap warga Israel dan meminta pertumpahan darah diakhiri. Dia juga menyerukan pembekuan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Selain itu, terang dia, kini tiba waktunya mengakhiri pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang mulai berlangsung pada 1967.
"Kami berbicara secara terbuka, produktif, dan serius seputar pengaturan keamanan," ucap Netanyahu kepada pers setelah pidato Obama. Dua pemimpin negara Arab itu juga mengutuk serangan yang menewaskan empat warga Israel di Tepi Barat Rabu lalu.
Sebelum perundingan dimulai, Obama berbincang dengan empat pemimpin negara tersebut. Dia mengklaim perundingan langsung antara Palestina dan Israel bisa mengakhiri pendudukan Israel sejak 1967.
Dalam perang enam hari pada 1967, Israel menduduki Tepi Barat, termasuk Timur Al Quds (Yerusalem), Dataran Tinggi Golan di Syria, Semenanjung Sinai di Mesir, dan Jalur Gaza.
"Tujuan perundingan jelas. Negosiasi bertujuan menyelesaikan semua masalah," tegas Obama. (AP/AFP/c11/iro)
0 comments:
Post a Comment