[ Minggu, 20 Juni 2010 ]
LISTRIK boleh jadi pahlawan di Dhaka, Bangladesh. Masyarakat di sana begitu mendamba pada listrik. Listrik padam, mereka tak dapat nonton via televisi dua tim favorit mereka, Argentina lawan Nigeria di Piala Dunia 2010. Maka ngamuklah
mereka dan merusak kota.
Lain lubuk lain ikannya. Lain listrik di Bangladesh, lain pula listrik di suatu negeri. Di negara itu listrik malah jadi kambing hitam.
***
Sudah ada titik gamblang soal video porno yang dibintangi orang yang mirip Prabu Duryudana dan mirip permaisurinya, Banuwati. Begitu juga video antara orang yang
pleg memper Raja Astina itu dengan perempuan entah siapa. Konon namanya Dewi Woro Sri-Dolly. Mereka
ndak perlu lagi repot-repot bikin pernyataan pers bahwa mereka
nggak kayak yang dituduhkan oleh masyarakat. Titik terangnya adalah PLN. Akhirnya listriklah yang dinyatakan bersalah.
Tanpa listrik,
ndak mungkin penduduk sanggup
nyetel adegan-adegan
ulah kridaning priyo-wanodya itu. Tanpa listrik,
ndak mungkin orang sanggup mengabadikan momen-momen
karonsih tersebut.
Gareng mendebat Bagong. Menurut Bagong,
muter gambar pakai komputer di kantor-kantor baru pakai listrik. ''
Nek nyetel gambar-gambar itu lewat
handphone,
kan cuma pakai batere?'' kata si bungsu ponokawan. Gareng dengan gampang membantah. Menurut si sulung, mau pakai batere atau apa, tetap saja orang-orang pada dasarnya menggunakan listrik. ''Coba saja kalau batere itu
ndak dicolokkan
ke PLN, apa bisa jalan?''
''Ooo, jadi yang salah PLN?'' ponokawan Petruk menyela. Seperti biasa, ia asal
ngomong. Meski asal
njeplak Petruk mulai bisa mengerti kenapa
kok akhirnya pakar-pakar hukum tidak baku bantah lagi soal siapa yang bersalah dalam perkara video porno.
Pantesan, pikir Petruk, orang-orang sudah tidak
pating pecotot lagi bab siapa yang keliru dalam kasus video porno. Apa yang salah pelaku adegan, pengambil gambar atau orang yang menyebarkan gambar-gambar itu. Apakah terhadap semua itu akan dikenakan pasal-pasal dalam KUHAP, apa undang-undang pornografi atau apa ITE.
Semua tak lagi saling menyalahkan. Kambing hitam sudah ditemukan. Tapi mereka juga tidak mau begitu saja mengambing-hitamkan alam. Mereka belajar hal ini dari kasus lumpur Lapindo yang sudah 4 tahun lebih terkatung-katung. Sekarang semua sudah sepakat. Yang bersalah dalam kasus video porno adalah listrik.
***
Namanya juga negara yang ngakunya demokratis. Mesti ada yang beda pendapat.
Wong Indonesia itu tidak terdiri atas 240 juta penduduk. Yang
bener, negeri khatulistiwa ini terdiri atas 240 juta pendapat. Yang
ndak sarujuk menyalahkan listrik bilang, listrik justru sangat berfaedah.
Ingat, sebelum ABRI (sekarang TNI) dan listrik masuk desa pada zaman Pak Harto, desa-desa begitu gelap. Maka pertambahan penduduk begitu cepat. Banyak
banget orang hamil.
Dikit-dikit hamil.
Dikit-dikit meteng.
Oooo jroning peteng akeh wong lali Jroning lali akeh wong meteng... Maka, setelah terang-benderang, perempuan hamil jadi berkurang.
Dan lihatlah, dalang-dalang kalau
manggung juga tidak perlu lagi pakai lampu obor wayangan,
blencong. Dulu sebelum listrik populer, berapa kali dalam semalam suntuk dalang kudu berdiri
ngisi minyak
blencong di atas kepalanya? Belum lagi percikan-percikan api
blencong seperti kunang-kunang yang suka mampir ke wajah dan blangkon dalang.
***
Alkisah, saking tak ingin turut menyalahkan listrik dalam kasus video porno, sampai-sampai seorang dalang secara spontan sedikit mengubah lakonnya ketika pentas. Semula Pak Dalang diminta melakonkan terjadinya alam semesta yang mirip teori
big bang atau ledakan raksasa dalam astronomi.
Ingat
kan? Kaum astronom yakin dan bisa kasih penjelasan, alam semesta semula berasal dari benda yang besarnya ibarat lebih kecil dibanding sebutir merica. Tapi kepadatan benda
sa' merico binubut ini amat sangat tinggi. Maka besar pula gravitasinya. Jangankan Anggodo, cahaya yang lewat nun jauh di atasnya saja bisa belok tersedot oleh benda itu. ''Merica'' ini kemudian meledak. Puing-puingnya menjelma matahari, bumi, bulan, dan berbagai-bagai yang lain.
Di alam pedalangan,
big bang adalah sebutir telor yang menetas. Kulitnya membentuk Togog, ponokawan bagi dunia hitam. Putihnya berganti rupa Semar, ponokawan bagi dunia putih. Kuningnya
mak jleg jadi Batara Guru yang menguasai kahyangan.
Improvisasi yang dibuat Ki Dalang malam itu
ngene:
Telor ayam tidak menetas. Telor hanya dierami oleh anak manusia. Anak manusia ini, kelahiran Ohio Amerika 1847, memang sangat
nyleneh sampai-sampai di-DO, dikeluarkan dari sekolah. Si anak
drop out sekolah itu yakin, kalau dierami ayam telor bisa
netas, berarti dierami manusia, dengan panas dan kehangatan yang sama, telor itu akan
netas pula.
Anak itu bernama Thomas Alva Edison yang kelak dalam jalan hayatnya berhasil menemukan listrik.
***
Pak Dalang melakonkan, anak yang dipanggil Al itu
ndak terima hasil temuannya dijadikan kambing hitam dalam perkara video porno mirip Duryudana-Banuwati-Dewi Dollywati. ''Nangkanya yang makan Prabu Duryudana, kenapa saya dapat getahnya,'' kata si Al kepada para ponokawan.
Semar yang sudah moksa bersama kepergian Gus Dur sampai akhirnya pulang kembali ke mayapada. Di kahyangan, Batara Ismaya yang selalu
manjing dalam raga Semar menyuruh sang Badranaya itu kembali hidup di tengah-tengah alam manusia.
''Sabar, Nak Alva,'' ujar Semar. ''Para manusia tidak salah kalau bilang kamu itu biang gara-gara video
syur Cut Maya dan Luna Tari. Lha kalau tidak menyalahkan kamu, mereka mau menuding siapa lagi? Mau melempar kesalahan ke Gayus? Kasihan Mas Gayus itu. Belum turut disalahkan dalam soal video
indehoi saja, dia sudah susah hidupnya. Susah sekali
kok dia
nginget-ngiget duit di tabungannya 74 milyar itu dari
sopo wae.''
Semar melanjutkan, ''Mau menyalahkan polisi dalam kasus video porno ini? Kasihan
lho polisi-polisi itu. Jangan kamu cuma lihat penggede-penggedenya. Itu cuma segelintir. Ribuan yang lain, yang pangkatnya rendah, hidupnya sudah susah. Apalagi prajurit bawahan di TNI.
Ndak bisa mereka turut disalahkan dalam kasus video porno ini. Tanpa dibegitukan saja prajurit TNI itu hidupnya sudah jauh lebih susah dibanding polisi rendahan.''
Ponokawan Gareng, Petruk, dan Bagong mengernyitkan dahi. Lama tidak
njedul, muncul-muncul
kok omongan Semar agak
ngawur. Apalagi ketika Janggan Asmarasanta itu menyinggung Piala Dunia.
''Soal Century, soal Dana Aspirasi, soal video porno, kita harusnya bisa menyalahkan si Micho (maksud Semar adalah Martin Demichelis, bek Bayern Muenchen). Tapi biarlah pemain belakang Timnas Argentina ini
ndak usah kita hukum. Dia sudah cukup dihukum oleh alam semesta. Bolanya dicolong oleh Lee Chung-yong dari Korea Selatan. Si Micho khilaf, bola yang dijambret dan ditendang Lee
ndak kejangkau kiper Sergio Romero. Gol!!!''
***
Orang yang paling keras menentang pengkambing-hitaman listrik adalah Sagopa, orang miskin dari pedesaan Widorokandang. Di desa melarat itu ia dipasrahi mengasuh masa kanak-kanak tiga bersaudara: Baladewa, Kresna, dan Subadra. Listrik di rumahnya cuma 450 watt.
''Omong-omong soal video porno, saya tidak mau ikut-ikutan menyalahkan listrik. Karena listrik baik hati. Buktinya, bos PLN Dahlan Iskan punya usul bila rumah dengan daya 450 watt digratiskan,'' ujar Sagopa.
''Nah,
gitu dong,'' puji Thomas Edison. ''Jangan salahkan listrik. Kita salahkan saja pelaku adegan video porno.''
''Wah, saya tidak setuju,'' balas Sagopa. ''Pasangan orang-orang tua seperti kami ini sudah tidak bisa kumpul suami-istri. Kami baru bisa berbuat itu kalau pakai pemanasan nonton dulu video syur. Kami justru mengucapkan terima kasih kepada pelaku, pengambil gambar, dan pengedarnya. Matur nuwun. Sudah berapa juta pasangan lansia yang telah mereka bantu untuk kembali bergairah.''
Semar tersinggung. Kakek-kakek
gaek ini mematikan video porno di pesawat televisinya, pindah ke tayangan langsung mirip Piala Dunia. (*)
*) Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.com